Tuesday, April 12, 2011

antara kita

malam seperti kebiasaan bisa sahaja menjanjikan ragam perkara. Bintang-bintang tergantung di langit menjadi lampu Tuhan yang sering diabaikan. Hanya secalit awan yang menyelubungi bulan mengambang yang kuningnya meremang dada. Angin tidak seperti selalu, seruling Tuhan yang mengerakkan bulu halus di pasak bumi tidak kedengaran. Kesepian malam hari bak air yang jatuh ke batuan; perlahan dan setitik demi setitik berlekuk kesannya.

ada teman pesan, kehibaan dan kesedihan merangsang fikiran. dalam kelukaan jiwa yang kosong terasing, ada abjad-abjad yang Tuhan lemparkan jauh ke dalam dasar dada. Iya, kadang suara hanya tersekat di lidah dan mati dalam bual. Suara dan kata-kata boleh jadi perempuan jalang yang datang dan pergi sesuka hati.

aku lihat dia bertenggek di jendela, berbual-bual dengan bayangan silam. aku rangkul ke riba, tersenyum kepada bayangan silam yang dalam kelam malam muncul tanpa salam.

dia bukan perempuan yang kau cari. dia dalam ribaanku mukanya berubah muram. tangan kecilnya menggengam erat lenganku. mencari kekuatan dalam daging dan darah yang nyata. aku pandang bayangan silam yang masih berdiri di tepi jendela, ada marah yang menunjal dalam matanya. pelukan anak kecil itu aku kemaskan, mengusap-ngusap belakangnya.

mimpi dan angau yang kita cari dalam celah-celah lipatan silam jadi halusinisasi yang mengorbankan diri. dan setiap malam aku dambakan bayangan itu tetap datang, merasuk setiap urat darah kenangan. membiarkan semuanya bergerak dalam kepala sendiri dan tersenyum bila akal menjadi Tuhan.